Mengenal Burung Moa, Burung Terbesar yang Sudah Punah

Burung Moa

Burung Moa – Kebanyakan orang mungkin tidak mengetahui tentang keberadaan sebuah makhluk yang disebut burung moa. Hal ini sangat wajar karena keberadaan burung ini sudah punah beberapa ratus tahun yang lalu. Namun, yang membuat burung ini begitu spesial adalah ukurannya yang sangat besar untuk ukuran seekor burung.

Burung moa (ordo Dinornithiformes) merupakan burung terbesar di dunia endemik Selandia Baru yang telah punah pada abad ke 15. Dua spesies burung moa terbesar (Dinornis robustus dan Dinornis novaezelandiae) dapat mencapai tinggi sekitar 3,6 meter dengan berat sekitar 300 kg. Sedangkan spesies burung moa terkecil (Anomalopteryx didiformis) memiliki ukuran sebesar kalkun.

Moa merupakan jenis burung yang tidak bisa terbang dan merupakan satu-satunya jenis burung yang tidak memiliki sayap sama sekali. Burung moa memiliki badan kekar tinggi besar, leher yang panjang, kaki yang panjang dan besar, kepala yang kecil, dan bulu yang berwarna cokelat kehitaman. Burung moa juga menjadi hewan darat terbesar dan herbivora dimonan yang ada di Selandia Baru pada saat itu. Sayangnya, kepunahan burung ini terjadi begitu cepat hanya dalam kurun waktu 100 tahun saja akibat perburuan yang dilakukan oleh suku Maori.

Makanan

Burung Moa

Makanan burung moa dapat diketahui dari fosil isi rempela, koprolit, melalui analisis morfologi tengkorak dan paruh, serta melalui analasis isotop stabil tulang mereka. Burung moa memakan berbegai jenis tanaman dan berbagai bagian tanaman, termasuk ranting berserat, daun pohon dan semak-semak. Paruh burung moa dapat dengan mudah memotong daun berserat dan ranting dengan diameter 8 mm.

Burung moa mengisi relung ekologi yang ditempati di negara lain oleh mamalia penjelajah besar seperti antelop dan llama. Beberapa ahli biologi berpendapat bahwa beberapa spesies tumbuhan berevolusi untuk menghindari penjelajahan burung moa. Contoh tumbuhan yang berevolusi adalah kiokomako (Pennatia corymbosa) yang memiliki daun kecil dengan jalinan cabang yang rapat, dan lancewood (Pseudopanax crassifolius) yang memiliki daun muda yang keras.

Seperti berbagai jenis burung lainnya, moa juga menelan batu ampela (gastrolit) yang memungkinkan mereka untuk memakan tanaman kasar. Batu-batu ini biasanya kerikil kuarsa halus dengan diameter lebih dari 110 milimeter. Moa kemungkinan juga memilih batu ampela tertentu dan memilih kerikil yang paling keras.

Baca Juga : Makanan Burung Hantu yang Mudah Didapat Berdasarkan Jenisnya

Kepunahan

Burung Moa

Sebelum kedatangan manusia, satu-satunya pemangsa moa adalah elang Haast yang besar. Selandia Baru telah terisolasi selama 80 juta tahun dan hanya memiliki sedikit pemangsa sebelum kedatangan manusia. Artinya, ekosistemnya tidak hanya sangat rentan terhadap gangguan oleh spesies luar, tetapi spesies asli juga tidak dilengkapi dengan baik untuk menghadapi pemangsa manusia.

Suku Maori tiba di Selandia Baru sekitar tahun 1300 dan langsung memburu moa hingga jumlah mereka terancam. Pada tingkat lebih rendah, pengurangan populasi moa juga terjadi karena berkurangnya habitat akibat pembukaan hutan.

Pada tahun 1445, seluruh burung moa telah punah bersama dengan pemangsanya, elang Haast. Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa peristiwa yang menyebabkan kepunahan burung moa memakan waktu kurang dari seratus tahun, bukan selama beberapa ratus tahun seperti yang dihipotesiskan sebelumnya.

Klaim Keberadaan

Kaki Burung Moa

Beberapa penulis berspekulasi bahwa beberapa moa terutama spesies Megalapteryx didinus mungkin telah bertahan di sudut-sudut terpencil Selandia Baru sampai abad ke-18 bahkan ke-19, tetapi pandangan ini tidak diterima secara luas.

Beberapa pemburu suku Maori mengaku mengejar moa hingga akhir tahun 1770-an, namun kisah-kisah ini tidak merujuk pada perburuan burung yang sebenarnya seperti halnya ritual yang sekarang hilang di antara penduduk Pulau Selatan.

Para pemburu paus dan anjing laut mengatakan pernah melihat burung-burung mengerikan di sepanjang pantai Pulau Selatan pada tahun 1820-an. Seorang pria bernama George Pauley juga pernah membuat klaim yang tidak terverifikasi melihat moa di wilayah Otago, Selandia Baru.

Sebuah ekspedisi pada tahun 1850-an di bawah Letnan A. Impey melaporkan dua burung mirip burung emu di lereng bukit di Pulau Selatan. Sebuah cerita pada tahun 1861 dari Nelson Examiner menceritakan tentang jejak kaki berjari tiga berukuran 36 cm di antara Takaka dan Riwaka yang ditemukan oleh surveyor, dan akhirnya pada tahun 1878, Otago Witness menerbitkan catatan tambahan dari seorang petani dan gembalanya.

Pada tahun 1959, seorang wanita berusia 80 tahun bernama Alice McKenzie mengklain ia telah melihat moa di semak-semak Fiordland pada tahun 1877 dan melihat lagi di pantai Fiordland ketika ia berusia 17 tahun. Dia juga mengklaim bahwa kakaknya juga melihat moa pada kesempatan lain.

Baca Juga : Burung Terbesar di Dunia yang Masih Hidup Hingga Sekarang

Banyak spekulasi yang terjadi terkait keberadaan burung ini, setidaknya sejak akhir abad ke -19, dan baru-baru ini pada tahun 1993 serta tahun 2008 lalu. Laporan tersebut menyatakan bahwa beberapa moa mungkin masih ada, terutama di hutan belantara South Westland dan Fiordland.

Laporan pada tahun 1993 awalnya menarik perhatian Departemen Konservasi, tetapi hewan dalam foto buram itu diidentifikasi sebagai rusa merah. Ahli kriptozoologi terus mencari mereka, tetapi klaim dan bukti pendukung mereka (seperti jejak kaki) hanya mendapat sedikit perhatian dari para ahli dan bersifat pseudoscientific.

Penemuan kembali burung takahe pada tahun 1948 setelah tidak ada yang terlihat sejak tahun 1898 menunjukkan bahwa burung langka dapat eksis tanpa ditemukan untuk waktu yang lama. Namun, takahe adalah burung yang jauh lebih kecil daripada moa, dan ditemukan kembali setelah jejaknya diidentifikasi.

Tidak seperti penemuan kembali takahe, tidak ada bukti yang dapat dipercaya tentang jejak moa yang pernah ditemukan, dan para ahli masih berpendapat bahwa kelangsungan hidup moa sangat tidak mungkin. Hal ini karena mereka harus hidup tanpa diketahui selama lebih dari 500 tahun di wilayah yang sering dikunjungi oleh pemburu dan pejalan kaki.

Pos Terbaru